Pada saat ini musik memang tidak mungkin lepas dari kehidupan kita sehari-hari, setiap saat kita selalu bersinggungan dengan musik, entah dimulai dari rumah, di jalan, di toko, bahkan hingga kembali ke rumah pun kita selalu ditemani dengan musik. Kenyataan di atas, menunjukkan bahwa musik semakin diterima bahkan dibutuhkan masyarakat sebagai hiburan agar pikiran yang terbebani oleh pekerjaan rutin sehari-hari dapat menjadi segar kembali. Bentuk-bentuk penyajian musik dari waktu ke waktu terus mengalami perubahan, dimulai dari musik keroncong yang dulunya memakai instrument biola, cuk, cak, gitar, cello dan bass namun dalam masa perkembangannya berubah menjadi keroncong orchestra dengan ditambahkannya beberapa alat musik antara lain flute, clarinet, trombone, trompet bahkan keyboard pun juga terdapat didalam keroncong orchestra. Kelompok musik band seperti Dewa 19, Slank, Wali, dan masih banyak yang lainnya pun ikut-ikutan latah memasukan alat musik orchestra didalam penampilan panggung mereka, seperti biola, trompet, trombone bahkan alat musik perkusi seperti timpani, maracas dan lain-lain.
Istilah orchestra menurut John Spitzer, pada masa yunani dan Romawi kuno menunjuk tentang tingkatan dasar dari sebuah panggung terbuka. Pada awal abad ke XVII tempat ini digunakan untuk menempatkan para pemain musik yang mengiringi nyanyian dan tarian. Pada abad XVIII arti dari istilah orchestra diperluas untuk para pemain musik sendiri dan sebagai identitas mereka sebagai sebuah ansamble. Orchestra terdiri dari alat musik gesek yaitu keluarga biola dan bass. Kelompok alat musik gesek yang memainkan not yang sama dalam satu atau dua suara. Alat musik tiup kayu, tiup logam dan perkusi tampil dalam jumlah yang berbeda-beda sesuai dengan lagu-lagu yang ditampilkan. Orkestra merupakan gabungan dari sekelompok musisi yang kemudian membentuk menjadi sebuah komunitas. Wartaya Winangun (1990:40) menyatakan bahwa komunitas itu bercirikan anti struktur, dalam arti bahwa relasi-relasi yang terjadi itu bercirikan tak terbedakan, equalitarian, langsung, ada, non-rasional, eksistensial dan I-Thou (Buber). Hubungan mereka dalam komunitas adalah hubungan antar pribadi yang tak terbedakan, berbeda dengan kehidupan sehari-hari di mana perbedaan amat menonjol. Biasanya orchestra yang sudah berdiri terorganisasi dengan anggota-anggota yang mapan, mengadakan latihan dan pentas yang rutin. Dikarenakan orchestra membutuhkan banyak pemain musik, untuk memainkan hal yang sama dalam waktu yang bersamaan, orchestra menuntut tingkat kecakapan musical yang tinggi untuk memainkan dengan tepat pada nada-nada yang tertulis. Sebuah orchestra dipimpin oleh seorang conducter.
Orkestra mungkin bukan merupakan hal yang baru di Indonesia. Kenyataan ini diperlihatkan dengan adanya beberapa bukti bahwa orkestra sudah lama terbentuk. Thaniago (2010: Koran Tempo) dalam tulisannya mengenai orkestra di Indonesia menjelaskan bahwa orkestra yang merupakan produk musik Barat ini masuk ke Indonesia melalui aktivitas para misionaris dan kolonialis. Memasuki era 1900-an, musik orkestra berkembang cukup pesat dalam pertunjukan musik di tanah air, sehingga banyak terbentuk kelompok orkestra, diantaranya adalah Batavia Philharmonic Orchestra (1940) merupakan kelompok orkestra pertama Indonesia yang dibentuk sebelum kemerdekaan oleh perusahaan penyiaran radio Hindia-Belanda Nederlandsch-Indische Radio Omroep Maatschappij (NIROM).
Hadirnya musik orkestra di Indonesia disebabkan oleh adanya kontak dengan bangsa-bangsa Barat. Setelah kemerdekaan Indonesia, Batavia Philharmonic Orchestra berganti nama menjadi Orkes Radio Jakarta pada tahun 1950. Anggota yang terlibat dalam orkestra tersebut didominasi oleh musisi Indonesia, meskipun masih terdapat beberapa musisi asing yang membantu. Orkes Radio Jakarta, atau lebih dikenal dengan Orkes Studio RRI ini menjadi cikal bakal berkembangnya musik orkestra di Indonesia.
Perkembangan awal orkestra yaitu pada jaman Barok (1720) terdapat sebuah bentuk orkestra kecil yang hanya terdiri dari instrumen gesek (6 biola, 3 viola, dan 2 cello) dan continuo (harpsichord, merupakan instrumen yang berbunyi terus menerus dalam sebuah komposisi). Pada jaman Klasik (1790) instrumen terumpet, timpani, dan horn mulai digunakan walaupun masih jarang. Ciri tertentu dari orkestra klasik adalah tanpa menggunakan continuo, tapi diganti dengan seksi gesek yang lebih besar (14 biola, 6 biola, 4 cello, dan 2 double bass) dan 2 pemain untuk setiap instrumen flute, oboe, clarinet, horn, terumpet, dan timpani.
Perkembangan musik orchestra di Indonesia yaitu ada di pulau jawa terutama dilingkungan Keraton, pertunjukan musik di Keraton Yogyakarta mengalami kemajuan pesat pada masa pemerintahan Sultan HB VIII (1921-1939), dengan kehadiran Walter Spies pada akhir November 1923. Spies mempunyai peran yang sangat besar terhadap perkembangan kehidupan musikal di Yogyakarta. Perkembangan musik orkestra di Indonesia memang mengalami masa pasang-surut, pada tahun 50-an di Jakarta pernah menjadi jaman keemasan musik orkestra, namun sayang tidak ada bukti-bukti rekaman maupun catatan fisik tentang musik orkestra tersebut, seperti yang pernah diutarakan oleh conductor Twilite Orchestra Addie MS dalam pengantar buku Twilite Orchestra yang ditulis oleh Ninok Leksono(2004).
Krisis ekonomi yang melanda Indonesia pada tahun 1998 membuat keterpurukan di sana-sini, termasuk kelangsungan hidup musik orkestra. Seiring dengan perkembangan politik dan ekonomi yang semakin membaik, keadaan musik orkestra juga mengalami pertumbuhan kembali. Beberapa grup orkestra yang lain seperti Nusantara Symphony Orkestra (NSO) yang dikoordinasi oleh Miranda Goeltom hadir di tengah masyarakat dengan membawakan repertoar musik klasik Barat, mulai dari komposisi karya Bach, Mozart dan sebagainya.
Pustaka Rujukan:
Rachmawanti,Ranti.2012.Sa’Unine String Orchestra, Orkes Geseknya Indonesia. Universitas Padjajaran,Bandung
Fu'adi.2011.Mengenal Lebih Dekat Musik Orkestra. Universitas Negeri Yogyakarta,Yogyakarta
Hirza,Herna.2013.Musik Orkestra. Universitas Negeri Medan, Medan


